Bank sebuah lembaga keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan
untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau
yang dikenal sebagai banknote. Menurut undang-undang perbankan, bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebelum ada
lembaga keuangan yang menyalurkan dananya kepada nasabah atau peminjam, maka sistem
peminjaman berdasarkan Double
Coincidence, yaitu berdasarkan sistem kepercayaan (trust) atau saling kenal dan juga
tersedianya dana. Dengan adanya kedua komponen ini, Bank dapat menjadi wadah
yang tepat sebagai penyalur dana baik bagi yang ingin menginvestasikan atau
meminjam dana. Dalam hal untuk mencegah sesuatu yang tidak diharapkan maka bank
mempunya sistem yang disebut dengan transfer
of risk yaitu suatu mekanisme pengendalian risiko antara peminjam dan
lembaga keuangan.
Industri
perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Industri
ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peraturan. Saat
ini, bank memiliki fleksibilitas pada layanan yang mereka tawarkan, lokasi
tempat mereka beroperasi, dan tarif yang mereka bayar untuk simpanan deposan.
Banyak produk perbankan (interest spread)
yang ditawarkan bank dalam menghimpun dana dari masyarakat ini, dan memberikan
banyak alternatif bagi para nasabahnya, seperti : tabungan, giro, deposito,
bahkan kredit yang diberikan kepada peminjam uang di bank. Sebagai balas jasa
dari pihak bank biasanya akan memberikan bunga dan hadiah sebagai rangsangan
kepada para masyarakat agar mau menjadi nasabah bank.
Dalam
menjalankan usahanya, Bank menginkan untuk mendapatkan laba. Oleh sebab itu,
keuntungan atau profit bank akan diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Profit
bank (n) = I2 – I1
Dimana:
1. n
adalah profit (keuntungan yang diperoleh oleh bank)
2. I2
adalah bunga yang diperoleh dari hasil peminjam dana di bank
3. I1
adalah bunga yang diberikan oleh pihak bank bagi penabung
Dalam
menjalankan usahanya pun, bank akan selalu berhubungan dengan Pasar Modal (I3) karena
di Pasar Modal inilah semua saham akan dijual. Dalam menjalankan sistemnya
Pasar modal mempunyai sistem yaitu bunga yang diberikan di Pasar Modal lebih
besar daripada bunga yang diberikan kepada penabung (I3 > I1) dan bunga yang
diberikan di Pasar Modal lebih kecil dibandingkan bunga yang diberikan oleh
Bank (I3 < I2). Selain itu, di pasar modal juga menyediakan obligasi
(diskonto), yaitu bunga dibayar di muka dan juga stock deviden. Bagi para
penabung, mereka akan dapat menambah kekayaan mereka dengan bergabung di pasar
modal tersebut, baik dengan mendapatkan obligasi maupun dengan stock deviden.
Adapun untuk mencari stock deviden yaitu dengan cara :
Stock
deviden = profit bank – laba yang ditahan
Bagi si penabung, selain dengan
mendapatkan obligasi dan stock deviden di pasar modal, dapat pula dengan
membeli saham yang terdapat di Pasar Modal. Misalnya, hari ini tanggal 9 Maret
2013, pukul 11.00 WIB, si penabung membeli saham perusahaan X di Pasar Modal dengan
harga Rp20.000,-/lot. Kemudian, dihari yang sama pada pukul 14.00 WIB harga
saham perusahaan X tersebut telah naik menjadi Rp10.000,-/lot. Dengan demikian,
keuntungan yang diperoleh si penabung dalam membeli saham di Pasar Modal adalah
sebesar Rp10.000,-/lot. Keuntungan ini dalam dunia pasar modal disebut dengan capital
gain atau bias didefinisikan secara lebih rinci adalah keuntungan atas
saham yang dibeli atau selisih harga saham yang diperjualbeikan untuk jangka
waktu yang cepat.
Bagi Kreditor yang meminjam dana atau kredit akan memperoleh
dana yang dibutuhkannya dari bank Selama jangka peminjaman dana tersebut kepada
bank, Kreditor wajib menyerahkan bunga pinjaman kepada bank. Uang yang
diberikan pihak bank kepada Kreditor merupakan dana yang telah disimpan oleh para
nasabah pada bank tersebut. Tapi ini tidak berarti para nasabah yang menyimpankan
dana nya pada produk bank yang akan bertanggung jawab jika Kreditor tidak dapat
mengembalikan sejumlah uang yang mereka pinjam.
Dalam hal ini, bank lah yang bertanggung jawab secara sepenuhnya.
Namun, tentunya bank tidak ingin sendiri dalam membayar sejumlah uang yang
tidak bisa dibayar oleh Kreditor. Dalam hal ini, pihak bank akan bekerja sama
dengan pihak asuransi untuk bersama-sama membayar kerugian yang diterima akibat
Kreditor tidak dapat membayar pinjaman tersebut. Di bawah ini contoh alur atau
cara bank dalam memback up kerugian yang mungkin akan terjadi ketika Kreditor
tidak dapat mengembalikan atau membayar pinjamannya :
1.
Kreditor
X, meminjam dana sebesar Rp500.000.000,- kepada bank, dengan wajib membayar
bunga Rp1.000.000,- kepada bank setiap bulannya.
2.
Pihak
bank akan mengasuransikan sejumlah uang yang dipinjam oleh Kreditor X sebesar
Rp500.000.000,- ke pihak asuransi FRS untuk mengantisipasi Kreditor X gagal
bayar kepada pihak bank. Bank akan membayar iuran sebesar Rp500.000,- kepada
pihak asuransi FRS setiap bulannya. Dengan demikian, jika terjadi gagal
bayar oleh pihak Kreditor X, bank akan menerima uang dari pihak asuransi
sebesar Rp400.000.000,- sebagai ganti dana yang tidak bisa dibayar oleh Kreditor
X kepada bank. Sedangkan bank hanya akan membayar Rp.100.000.000,- saja.
3.
Kemudian,
asuransi FRS tentu akan berpikir ulang, karena uang yang ia peroleh dari bank
hanya sebesar Rp500.000,-/bulan, namun jika terjadi gagal bayar oleh Kreditor
maka ia harus membayar uang sebesar Rp500.000.000,- kepada pihak bank. Lalu,
asuransi FRS akan kembali
mengansuransikan dana tersebut kepada pihak asuransi lain, hal ini dilakukan perusahaan
asuransi untuk melindungi dirinya terhadap resiko asuransi dengan memanfaatkan
jasa dari perusahaan asuransi lain. Terdapat banyak alasan yang menyebabkan
perusahaan asuransi melakukan reasuransi. Pembagian resiko adalah salah satu
alasan reasuransi. Reasuransi yang dilakukan oleh
pihak asuransi FRS ke asuransi ABC yaitu dengan cara membayar iuran Rp100.000,-/bulan.
Dengan demikian, jika terjadi gagal bayar oleh Kreditor X maka dengan demikian,
pihak asuransi ABC akan membayar Rp200.000.000,- pihak asuransi FRS akan
membayar Rp.200.000.000,- dan pihak bank akan membayar Rp.100.000.000,- untuk
membayar kerugian yang terjadi.
4.
Pihak
asuransi ABC juga tidak ingin menanggung biaya yang besar akibat gagal bayar
yang terjadi. Kemudian pihak asuransi juga akan mengasuransikan dananya di
asuransi RST untuk bersama-sama membayar ganti rugi apabila terjadi gagal bayar
tersebut. Maka pihak asuransi ABC akan membayar dana iuran sebesar Rp50.000/bulan
ke asuransi RST. Proses ini dinamakan retrosessi. Jadi, apabila terjadi
suatu gagal bayar, perusahaan asuransi RST akan membayar R.100.000.000,- ; asuransi
ABC akan membayar Rp.100.000.000,- ; asuransi FRS akan membayar Rp.100.000.000,-
; asuransi ABC akan membayar Rp.100.000.000,- ; dan bank akan membayar sebesar
Rp.100.000.000,-.
Perusahaan asuransi RST kemudian membuka beberapa perusahaan
kecil (misal perusahaan P, Q, dan R), ketiga perusahaan ini akan melakukan short
selling di Pasar Modal. Kemudian, perusahaan P, Q, dan R akan berusaha
untuk mendapatkan laba yang banyak yaitu dengan cara mencari dana di Pasar
Modal. Seperti yang telah kita ketahui, dalam Pasar Modal, perusahaan
(penginvestasi/penabung) dapat memperoleh dana dengan cara capital gain.
Perusahaan yang membeli saham di Pasar Modal hanya bias membeli saham sebanyak
30%, sementara Bank bisa menjual saham mereka di Pasar Modal sebanyak 70%. Oleh
karena adanya pembatasan dalam pembelian saham ini, maka beberapa pemilik modal
yang banyak akan membuat perusahaan kecil sehingga saham yang dapat mereka
peroleh sebayak 90%, maka tidak heran ketika suatu Bank menjual saham di bursa
Pasar Modal, maka pada akhirnya kepemilikan saham Bank tersebut akan dimiliki
oleh satu Perusahaan saja. Dan hal ini banyak dilakukan para investor/perusahaan
asing yang mempunyai dana besar dalam membeli saham di bursa Pasar Modal. Hal
ini lah yang disebut dengan Arus Keuangan Dunia atau lebih dikenal dengan Financial World Flow.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar